Rumah Adat Betang Panjang Yang Ada Di Kab. Kapuas Hulu

PUTUSSIBAU – Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) yang terletak di pehuluan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia, memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan dari dalam dan luar negeri. Di samping dikenal sebagai kabupaten konservasi dengan kehadiran Taman Nasional Danau Sentarum sebagai sumber utama resapan air Sungai Kapuas seluas 130.000 hektare dan Taman Nasional Betung Kerihun seluas 800.000 hektare, juga memiliki banyak rumah betang (panjang) Suku Dayak.

Rumah betang Suku Dayak memiliki keunikan tersendiri. Bentuknya memanjang lurus di atas seratus meter, bertiang panggung berketinggian di atas satu meter dan beratap sirap dari kayu ulin. Di dalam rumah betang terdapat puluhan bilik dan satu bilik dihuni satu keluarga. Pintu akses ke dalam mesti melewati tangga dari bawah kolong yang terbuat dari kayu bulat dilengkapi anakan tangga demi mempermudah pijakan.

Rumah Adat Betang Panjang yang masih Unik dari Suku Dayak antara lain  :
  1. Rumah Adat Betang Panjang Malapi Patamuan.
  2. Rumah Adat Betang Panjang Semangkok.
  3. Rumah Adat Betang Panjang Sungai Uluk Palin.
  4. Rumat Adat Betang Panjang Bukung. 
Rumah betang di Dusun Sungai Uluk Apalin merupakan salah satu rumah adat Suku Dayak tertua di Kalimantan Barat. Interiornya relatif asli, baik bentuk maupun bahan bangunannya. 

Rumah betang yang didirikan pada tahun 1941 silam mencakup 54 bilik (ruang kamar) dengan panjang 286 meter, tiang panggung dari kayu ulin berdiameter di atas 50 sentimeter dan berketinggian rata-rata delapan meter.
Letaknya yang relatif dekat dari Kota Putussibau, Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu, sekitar satu jam perjalanan darat, membuat rumah betang di Sungai Uluk Apalin cukup ramai dikunjungi wisatawan. Setiap pengunjung akan disambut ramah, tidak dipungut bayaran dan cukup mengisi buku tamu.
Selama berkunjung, setiap tamu akan disapa penghuni yang kebanyakan orangtua dengan sikap sopan dan bersahabat. Bila berkenan, pengunjung akan disuguhi minum tuak (minuman tradisional dari beras ketan) dan makan sirih karena dianggap menghargai budaya masyarakat lokal.
Tetapi sayang Rumah Betang Tertua ini sekarang hanya tinggal kenangan, karena musibah kebakaran hebat menghanguskan Rumah Betang (Rumah Panjang) Sungai Uluk Apalin , Kecamatan Putusibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, pada Hari Sabtu, 13 September 2014  sekitar pukul 23.00 malam.

Gambar Rumah Betang Sunga Uluk Palin 



Akibat kebakaran tersebut, ratusan warga penghuni rumah betang kehilangan tempat tinggal. Sebagian harta benda mereka ludes terbakar. Beruntung tidak ada korban jiwa dari peristiwa tersebut.  

Selain itu yang masih dikategorikan asri adalah Rumah Betang Panjang Dayak Iban yang masih terkenal dengan keasliannya salah satunya adalah yang ada di Wilayah Sungai Utik.Betang Sungai Utik termasuk dalam wilayah Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kec. Embaloh Hulu Kab. Betang sungai Utik didirikan pada tahun 1967, merupakan salah satu rumah panjang yang masih terjaga keasliannya sampai saat ini. 

Dalam satu betang merupakan 1 dusun yang terdiri dari 37 pintu. Pintu merupakan istilah untuk satu bilik yang terdapat dalam betang, satu pintu bisa dihuni 3-4 KK dan betang sungai Utik di huni oleh 70 KK. Dan biasanya digunakan secara turun temurun, namun banyak juga dari anggota penghuni betang yang merantau ke wilayah lain.

Wilayah sungai utik terkenal dengan penghasil madu hutan asli di wilayah kapuas hulu dan juga masih mempunyai hutan adat yang asli, keaslian hutan adat ini yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat saat ini agar tidak terkena HPH dari pihak pemerintah (akan disajikan pada tulisan seri berikutnya). Hutan adat dan wilayah sungai utik juga salah satu wilayah yang masih banyak mempunyai tanaman engkabang yang terkenal sebagai salah satu tanaman dari suku meranti-merantian.

Pohon Engkabang sudah masuk pada tanaman langka yang hampir punah. Bagi suku Dayak Iban di Sungai Utik pohon engkabang mempunyai nilai ekonomis dan sejarah. Pohon engkabang mempunyai nilai ekonomis yaitu buahnya bisa sebagai minyak lampu, pohonnya untuk bangunan, penghasil getah seperti damar yang cukup mahal untuk dijual, julukan masyarakat Dayak Iban adalah pohon engkabang seperti pohon kelapa yang bermanfaat dari akar sampai dengan daunnya.

Seperti suku Dayak yang lainnya pekerjaan suku Dayak iban ini juga berladang (tanaman padi dan karet), mencari madu, membuat kerajinan anyaman (bambu dan rotan), membuat parang dan menenun. Kehidupan masyarakat Iban ini sangat bersahaja dan benar-benar menyatu dengan alam, memelihara lingkungan dan juga menjaga keaslian kebudayaan suku Dayak.


Betang sungai utik masih benar-benar menjaga keaslian kepercayaan yang diturunkan turun temurun. Di depan tiap pintu/bilik yang dihuni oleh masing-masing keluarga mereka menyediakan tempat sesaji, sesaji diberikan tiap bulan dan masing-masing penghuni tiap pintu tidak sama jadwalnya. Sesaji tiap bulan dilaksanakan pada tanggal yang sama tiap bulan berikutnya walaupun tidak sama untuk tiap pintunya. Sesaji ditujukan kepada Tuhan sebagai hubungan antara masyarakat Iban dengan Tuhan yang dipercaya mereka. Sesaji terdiri dari berbagai jenis makanan yang terbuat dari ketan (sering disebut letit) dan telur ayam.



Rumah betang sungai utik dibangun tidak menggunakan paku. Mereka hanya menggunakan pasak, dan tali ikat, bahkan untuk membelah kayu juga hanya menggunakan pasak dan palu sehingga kayu akan terbelah menjadi dua.
Gambar Betang Panjang Sungai Utik
betang (1)
Luar Biasa bukan Rumah Adat Suku Dayak kab.Kapuas Hulu, masih banyak lagi Rumah adat lainnya di Kab. Kapuas Hulu yang penulis belum sempat sajikan disini, (mungkin Lain Waktu) dan masih banyak lagi keistimewaan yang ada di Kab. Kapuas Hulu yang menjadi surga kecil bagi para pengemar Petualangan.

jika penasaran silahkan datang berkunjung ^_^   

Salam.

Narasumber : dari berbagai sumber
TERSEBUTLAH sebuah kampung bernama Sungai Utik di wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Nama Sungai Utik diambil dari sungai yang mengairi daerah ini sepanjang masa. Menurut cerita turun-temurun, Dayak Iban yang kini bermukim di tepian Sungai Utik, dahulu mendiami daerah Lanjak, tak jauh dari perbatasan dengan Malaysia. Kala itu, mereka meyakini bahwa daerah Sungai Utik adalah tanah penuh harapan. Maka, mereka pun meminta ijin kepada masyarakat Dayak Embaloh yang ‘menguasai’ daerah itu, agar bisa menempati tanah harapan itu. Ijin pun diterbitkan dengan satu syarat, masyarakat Dayak Iban harus menjauhi peperangan antarsuku. Syarat itu pun diamini masyarakat Dayak Iban. Maka, mereka pun mulai berpindah dari Lanjak ke Sungai Utik pada awal 1800-an. Beberapa kali, mereka memindahkan Rumah Bentang ini. Rumah Betang yang saat ini berdiri, dibangun pada era 1970-an dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Untuk mencapai Rumah Betang ini butuh perjalanan panjang. Jika menggunakan jalur darat, perjalanan dari Pontianak, ibukota Kalimantan Barat harus ditempuh sejauh 647 kilometer atau sekitar 24 jam perjalanan. Jika tak mau terlalu lelah, perjalanan bisa menggunakan pesawat terbang dari Bandara Supadio Pontianak menuju Putusibau. Dari Putusibau, perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan darat sekitar dua jam. Atau jika mau tantangan yang lebih ekstrem, bisa menggunakan jalur sungai dari Putusibau menuju tempat ini. Sepanjang perjalanan menuju tempat ini, panorama hutan belantara yang masih asri akan menjadi suguhan yang memanjakan mata.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yohprayogo/rumah-raksasa-di-tepian-sungai-utik_552a8be86ea834c335552d30
Sungai Utik di wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Nama Sungai Utik diambil dari sungai yang mengairi daerah ini sepanjang masa. Menurut cerita turun-temurun, Dayak Iban yang kini bermukim di tepian Sungai Utik, dahulu mendiami daerah Lanjak, tak jauh dari perbatasan dengan Malaysia. Kala itu, mereka meyakini bahwa daerah Sungai Utik adalah tanah penuh harapan. Maka, mereka pun meminta ijin kepada masyarakat Dayak Embaloh yang ‘menguasai’ daerah itu, agar bisa menempati tanah harapan itu. Ijin pun diterbitkan dengan satu syarat, masyarakat Dayak Iban harus menjauhi peperangan antarsuku. Syarat itu pun diamini masyarakat Dayak Iban. Maka, mereka pun mulai berpindah dari Lanjak ke Sungai Utik pada awal 1800-an. Beberapa kali, mereka memindahkan Rumah Bentang ini. Rumah Betang yang saat ini berdiri, dibangun pada era 1970-an dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Untuk mencapai Rumah Betang ini butuh perjalanan panjang. Jika menggunakan jalur darat, perjalanan dari Pontianak, ibukota Kalimantan Barat harus ditempuh sejauh 647 kilometer atau sekitar 24 jam perjalanan. Jika tak mau terlalu lelah, perjalanan bisa menggunakan pesawat terbang dari Bandara Supadio Pontianak menuju Putusibau. Dari Putusibau, perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan darat sekitar dua jam. Atau jika mau tantangan yang lebih ekstrem, bisa menggunakan jalur sungai dari Putusibau menuju tempat ini. Sepanjang perjalanan menuju tempat ini, panorama hutan belantara yang masih asri akan menjadi suguhan yang memanjakan mata.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yohprayogo/rumah-raksasa-di-tepian-sungai-utik_552a8be86ea834c335552d30
Sungai Utik di wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Nama Sungai Utik diambil dari sungai yang mengairi daerah ini sepanjang masa. Menurut cerita turun-temurun, Dayak Iban yang kini bermukim di tepian Sungai Utik, dahulu mendiami daerah Lanjak, tak jauh dari perbatasan dengan Malaysia. Kala itu, mereka meyakini bahwa daerah Sungai Utik adalah tanah penuh harapan. Maka, mereka pun meminta ijin kepada masyarakat Dayak Embaloh yang ‘menguasai’ daerah itu, agar bisa menempati tanah harapan itu. Ijin pun diterbitkan dengan satu syarat, masyarakat Dayak Iban harus menjauhi peperangan antarsuku. Syarat itu pun diamini masyarakat Dayak Iban. Maka, mereka pun mulai berpindah dari Lanjak ke Sungai Utik pada awal 1800-an. Beberapa kali, mereka memindahkan Rumah Bentang ini. Rumah Betang yang saat ini berdiri, dibangun pada era 1970-an dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Untuk mencapai Rumah Betang ini butuh perjalanan panjang. Jika menggunakan jalur darat, perjalanan dari Pontianak, ibukota Kalimantan Barat harus ditempuh sejauh 647 kilometer atau sekitar 24 jam perjalanan. Jika tak mau terlalu lelah, perjalanan bisa menggunakan pesawat terbang dari Bandara Supadio Pontianak menuju Putusibau. Dari Putusibau, perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan darat sekitar dua jam. Atau jika mau tantangan yang lebih ekstrem, bisa menggunakan jalur sungai dari Putusibau menuju tempat ini. Sepanjang perjalanan menuju tempat ini, panorama hutan belantara yang masih asri akan menjadi suguhan yang memanjakan mata.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yohprayogo/rumah-raksasa-di-tepian-sungai-utik_552a8be86ea834c335552d30

Comments

  1. mantapp Yu...selamat berkereasi dan publikasikan tentang keistimewaan daerah kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih yaaaaa....
      tulisan tentang kisah mu ditunggu juga ^_^

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

indahnya surga kecil di Kapuas Hulu

Makanan khas daerah Kabupaten Kapuas Hulu